Sabtu, 29 Agustus 2015

Analisis Ekonomi tentang Gadis Cantik

Oleh Agustinus Tetiro

Mengapa Pria Kaya Rata-Rata Memiliki Istri yang Sederhana? Pertanyaan seorang gadis di sebuah forum netizen di US:

“Apakah yang harus saya lakukan untuk dapat menikah dengan pria kaya?” Usia saya 25 tahun. Saya sangat cantik dan berselera yang tinggi. Saya berharap menikah dengan pria kaya dengan penghasilan pertahun minimal $500 ribu (+/-Rp.5,5M) atau lebih. Saya tidak matre, tapi realistis.  Di New York penghasilan sebesar itu hanya termasuk kelas menengah. Adakah pria di forum ini yang berpenghasilan $ 500 ribu per tahun dan ingin menikahi saya? Di manakah saya bisa bertemu pria kaya yang ingin menikahi saya?"

Jawaban dari seorang ahli keuangan dari Wall Street Financial:

"Dear Gadis Jelita,

Saya membaca email anda dengan sangat antusias. Saya yakin sebenarnya banyak gadis2 yang memiliki pertanyaan senada dengan Anda. Izinkan saya menganalisa situasi Anda dari sudut pandang investor profesional. Penghasilan tahunan saya lebih dari $ 500 ribu yang tentu memenuhi kriteria Anda.
Jadi, saya harap setiap orang percaya bahwa jawaban saya cukup kredibel dan tidak membuang waktu.
Dari sudut pandang seorang pebisnis, menikah dengan Anda adalah keputusan yang buruk. Jawabannya sangat sederhana dan akan saya jelaskan.

Sebenarnya apa yang ingin Anda lakukan adalah pertukaran antara “kecantikan” dan “uang”. Si A akan menyediakan kecantikan dan si B akan membayar untuk itu. Kelihatannya adil dan cukup wajar. Tapi ada permasalahan fatal di sini. Kecantikan Anda akan sirna, tapi uang saya tidak akan hilang tanpa alasan yang jelas. Penghasilan saya akan meningkat dari tahun ke tahun. Tapi, Anda tidak akan bertambah cantik tiap tahunnya.

Karena itu dari sudut pandang ekonomi: saya adalah aset yang ter-apresiasi sedangkan Anda adalah aset yang ter-depresiasi. Depresiasi yang Anda alami bukan depresiasi normal, tapi depresiasi eksponensial. Jika hanya ini aset Anda, nilai Anda akan sangat mencemaskan 10 tahun kemudian.


Jumat, 17 Juli 2015

Catatan untuk "Cinta Sang Pialang"

julius jera rema
Oleh : Julius Jera Rema

"Bastian tiba-tiba memalingkan wajahnya......Apalagi ketika dia melihat Kartika tiba -tiba memasukan tangan kanan ke payudara kirinya sesaat." "Kartika tidak mengenakan BH hanya kaos oblong. Bentuk dadanya terpampang jelas. Bastian melirik ke arah puting payudara yang menampakkan diri."

Hanya dua paragraf dalam "Cinta Sang Pialang, yang bertutur tentang yang "wild", liar, namun tidak jenaka itu. Payudara, itu kata yang benar tetapi kurang tepat untuk "Cinta Sang Pialang." Ini soal diksi. Payudara itu susu. Ia dekat dan pas dengan asosiasi dari penggambaran tentang "kanker payudara" atau "susu ibu".

Agar genial, nakal, mengapa tidak memakai buah dada? Buah dada itu genit, menggemaskan. Sudah pasti, yang membaca dibawa ke imajinasi tentang yang ranum dibalik BH, milik nona-nona seusia Kartika. Saya membayangkan, paragraf "nakal" itu bernarasi,


Kritik Novel Cinta Sang Pialang

Oleh Ernie Elu Wea

ernie elu wea
Profisiat Kae Agustinus Tetiro, Novel sudah saya baca, sebuah permulaan yang sangat luar biasa dan tentunya sebuah keberanian yang patut diapresiasi. Sebagai pribadi yang mengenal seorang ka’e Gusti tentu tidak meragukan lagi bagi saya.

Cukup menggelitik bagi saya ketika membaca judulnya, Cinta Sang Pialang, yang kemudian membawa ke pikiran saya bahwa ini pasti tentang kisah cinta seorang Pialang Saham atau orang yang bergelut di bidang Pasar Modal.

Cinta sebagai sebuah ‘Kisah Cinta’ dan Pialang sebagai sebuah ‘profesi’. Tentu menarik bagi saya pribadi untuk membaca karena saya pernah bersama-sama dengan kae Gusti bergelut di dunia Jurnalistik pasar modal atau yang orang sering bilang kita ‘Wartawan/Jurnalis Bursa’.


Novel Cinta Sang Pialang & Testimoni

gusti adi tetiro
Karya : Gusti Adi Tetiro*)

Bastian, seorang pialang sebuah perusahaan efek asing, memilih berlibur ke Flores. Perkenalannya dengan beberapa wartawan asal Pulau Bunga itu membuatnya tertarik ke sana. Petualangan dimulai.

Di Nusa Nupa itu, secara tidak sengaja, Bastian bertemu dengan seorang reporter televisi yang sedang melakukan perjalanan jurnalistik. Ada kisah antara mereka, namun Bastian tahu ada seorang kekasih yang setia menunggunya.

Bagaimana pergolakan batin Bastian mencari hal yang ditemukannya di bursa saham? Bagaimana pula akhir kisah cintanya? Flores menantang logika pasar yang berpikir tentang laba bersih semata. Di Flores, cinta dan keberpihakan, keheningan dan Tuhan, alam dan adat saling berpelukan mesra. Sebuah surga dengan beberapa catatan yang harus disertai!

Selasa, 03 Maret 2015

Rupiah !

Oleh: Yanuar Rizky


Ada sedikit rasa bosan, jika saya ditanya "kenapa Rupiah hari ini melemah?" .. Kebosanan itu bertambah, jika yang bertanya pun tidak cukup "background" tren panjang Rupiah itu sendiri, sehingga pertanyaan cenderung diarahkan ke sesuatu yang pragmatisme ekonomi dan atau politik...

Saya sendiri, kalau dengan yang sering diskusi dan nanya ke saya sejak 5 tahun terakhir, selalu sudah "tune in" dalam bahasa gaulnya "kan udah gue bilang dari kemerin", sehingga diskusi bisa lebih progresif ke arah sampai kenapa ini yang sudah terproyeksi bisa terjadi, dan atau update terbaru dari perubahan kondisi variabel pengangu di pasar keuangan itu sendiri...

ini bukan sesuatu yang instan, kalau kita memahami investasi itu adalah transaksi hari ini untuk masa depan... MAKA, kita harusnya sudah "logis menerima" bahwa yang tejadi hari ini adalah dari tindakan masa lalu..

Kalau logika hari ini warisan masa lalu dikedepankan, tak jarang saya menemui persoalan dilarika ke "isu semata" bukan "aksi bersama", sehingga dibenturkan ini salahnya si anu lah, si itu lah.... Itu juga, saya tidak setuju, sesuatu yang harus kita hadapi secara strategis sebagai bangsa dilarikan hanya kepada kepentingan politik praktis sesaat..

JADI, apa yang akan terjadi di pasar keuangan ini adalah bagian dari strategi pemain dominannya, sejak dia memulai aktivasi strateginya yang dipikir adalah ujungnya (begining of the end), yaitu kondisi hari ini..

Kalau kita sebagai bangsa menyadari, terjebak "off side" dalam pusaran strategi pemain dominan di pasar keuangan (perang moneter Bank Sentral Negara-Negara Maju), maka bagaimana kita melepaskan diri dari jebakan off-side, itu yang harus diambil sebagai strategi variabel mempengaruhi (intervening) memecah arus ombak yang diciptakan negara maju "di laut Indonesia, dalam Samudera pasar keuangan global"..

atau kalau "intervening variable" pun tak memadai sumber dayanya, paling tidak bagaimana memoderasi "arus ombak itu", yaitu berupa "strategi solid fiskal-moneter" dalam menanam "hutan bakau", yang istilah kerennya "mitigasi resiko pasar"..

Karena, strategi adalah aksi, bukan pasif dan menyalah-nyalahkan kondisi orang (negara) lain, maka ukurannya kalau kita hanya meratap tanpa aksi, ya ini akan begini terus.. sampai sang waktu membunyikan loncengnya, yaitu "krisis harga" di masyarakat....

#‎enjoyAja‬ sambil menunggu Dian S. Prastowo selesai membereskan blog internet pemikiran pribadi saya di rizky.elrizky.net (entah kenapa web kami www.elrizky.net selalu diserang oleh spamer dan para penyusup, sedih juga.. hiks.. hiks...)

Senin, 12 Januari 2015

MARI MEMBELI SAHAM !

Oleh Eman Kure (El-Manoe Dostoevsky)

Markus dan Obet tiba di Jakarta. Dua orang Rendu ini langsung ke Bursa Efek Indonesia (BEI). "Kami mau beli saham, bu. Kami dua punya uang Rp 200 juta. Kami dari Rendu, Flores," kata keduanya kepada Kiki Widyasaridewi, direktur pengembangan BEI. Kiki kaget, tapi kemudian memahami niat dua orang ini.

"Oh tentu bisa, tapi harus ikut mekanismenya. Bapak tidak bisa beli langsung di sini," kata Kiki.

Sembari diajak naik lift, keduanya mendapat penjelasan Kiki. "Di lantai 5 ada perusahaan mentari sekuritas. Nanti bapak-bapak mendaftar di situ sebagai nasabahnya. Sesudah mendaftar baru bisa beli saham. Tapi, kenapa tertarik beli saham pak," kata Kiki, pendek. "Ohh ada saudara kami namanya Robert, orang Bo'anioa. Dia bilang beli saham bisa untung berlipat-lipat," sambar Markus.

Tiba di lantai 5. Dua staf mentari sekuritas sigap melayani. Formulir disodorkan, Markus dan Obet mengisi semua data yg diperlukan. "Ini uang kami, silakan kami mau beli saham," kata Markus. "Maaf pak, uangnya nanti bapa transfer lewat bank. Bapa ke bank sekarang," staf itu menjelaskan. Obet segera ke bank dan mentransfer uang ke rekening mentari sekuritas. Kini, keduanya resmi menjadi nasabah mentari sekuritas dan bisa jual-beli saham di BEI.

Kiki kembali mengajak mereka makan siang. Restoran Siam Thailand di lantai I jadi pilihan. "Sup Tom Yum 3 dan Casava 3," Kiki memesan makanan. Mendengar kata Casava, selera makan Markus membuncah. Casava pun tersaji, Obet melahap sepotong, "Oi ngi laka wai uwi ai, ngero. Gore-gore tau ngaza casava hahaha." Keduanya terbahak. Kiki ikut tertawa. Asyik.

Sambil makan Kiki menjelaskan bagaimana membeli dan menjual saham sebagai investasi di BEI.

Sekarang bapak berdua bisa beli-jual saham di BEI. Melalui Mentari Sekuritas, bapa bapa boleh beli saham yang sudah ada di bursa, atau beli saham perusahaan yang baru. Sebelum membeli bapa harus tahu informasi tentang perusahaan. Informasi penting, misalnya, jenis usaha, keuangan, dll, dibaca pada apa yang disebut Prospektus. Ini semacam buku panduan agar kita tahu semua informasi tentang perusahaan.

Pasar Perdana dan Sekunder

Kebetulan minggu depan Pertamina mau jual saham di BEI. "Ini perusahaan yang baru mau jual saham di bursa. Maka disebut Inintial Public Offering/IPO/penawaran saham perdana. Karena disebut juga pasar, maka ini disebut Pasar Perdana," jelas Kiki. Keduanya sepakat beli saham Pertamina di pasar perdana (primary market).

Pertamina mematok harga saham IPO Rp 1000 per lembar. Markus membeli Rp 100 juta, demikian juga Obet Rp 100 juta. Keduanya, masing-masing memegang 100 ribu lembar, equivalen 1000 lot per orang. 1 lot berisi 500 lembar saham. Lot dipakai sebagai satuan perhitungan transaksi BEI karena menggunakan sistem IT. Kini keduanya resmi menjadi pemegang saham (investor) Pertamina. Kiki lalu memberi penjelasan spesifik.

Saham Markus dan Obet lalu berpindah ke Pasar Sekunder (secondary market) alias tercatat dan ditransaksikan di bursa. Harga perdana tadi senilai Rp 1000 per lembar bisa segera berubah begitu diperdagangkan. Bisa bergerak naik, bisa turun. Katakanlah naik di hari pertama perdagangan sebesar 20 persen, maka markus dan obet meraih untung Rp 200 per lembar jika keduanya menjual ke orang lain menjelang penutupan bursa di sore hari. Harga penutupan menjadi Rp 1.200 per lembar. Tinggal dikalikan Rp 200 x 200 ribu lembar = 40 juta. Obet untung 20 juta, Markus 20 juta.
Tetapi jika keduanya memilih simpan (hold) alias tidak menjual, maka 40 juta hanya dianggap sebagai potensial gain.

Ternyata, keduanya memilih berbeda. Markus langsung menjual di sore hari itu juga, Obet memilih simpan hingga 2015. Markus langsung mengantongi keuntungan Rp 20 juta. Dia berorientasi jangka pendek, sedangkan Obet jangka panjang.

Pasar sekunder BEI otomatis memfasilitasi transaksi langsung, segera, dan seketika atau disebut ONLINE TRADING bagi setiap nasabah perusahaan sekuritas. Markus dan Obet pun menggunakan fasilitas ini. Keuntungan Markus dan Obet dari selisih harga beli dan harga jual tadi disebut capital gain (keuntungan modal), karena beli murah jual mahal.

Capital Gain dan Deviden

Nah, apakah keuntungan keduanya hanya dari capital gain? Tidak! Masih ada satu lagi keuntungan yakni deviden. Ini adalah laba perusahaan (pertamina) tiap tahun yang dibagikan kepada setiap pemegang saham sesuai jumlah lembar saham (persentasi kepemilikan).

Katakanlah tahun 2015 Pertamina mematok laba per lembar saham (earning per share/EPS) Rp 500, lalu memutuskan memberi deviden itu ke pemegang saham, maka Markus dan Obet memperoleh keuntungan tambahan Rp 50 juta per orang. Sayang, deviden ini tidak dinikmati Markus karena dia sudah menjual saham pertamina tahun 2014 di hari pertama perdagangan. Deviden Rp 50 juta ini hanya dinikmati Obet karena masih memegang (hold) saham Pertamina sampai tahun 2015.

Apalagi, jika harga saham Pertamina di BEI pada tahun 2015 terus naik, katakanlah menjadi Rp 2000 per lembar. Maka, Obet selain mendapat deviden Rp 50 juta plus capital gain Rp 1000 per lembar, total keuntungannya menjadi Rp 150 juta, plus modal Rp 100 juta, maka dalam jangka waktu setahun uang Obet di mentari sekuritas tercatat Rp 250 juta.

Jadi, kedua orang Rendu ini mendapat 2 keuntungan yakni capital gain dan deviden jika membeli saham di BEI. Dalam hal saham Pertamina, Obet mendapat capital gain plus deviden, sedangkan Markus hanya capital gain. Markus berorientasi investasi jangka pendek, Obet jangka panjang.

Warga NB (Nagekeo Bersatu) yang baik hati, maaf saya sengaja menulis artikel informatif singkat ini mungkin berguna bagi kita. Markus, Obet, Robert, Pertamina, hanya ilustrasi agar lebih sederhana wkwkwkw.

Setelah 6 bulan menjadi wartawan koran ekonomi main stream Investor Daily, banyak hal menarik saya peroleh. Tetapi ada satu yang mengusik. Ternyata, belum ada -kalau pun ada tak lebih dari 10), orang Nagekeo menjadi investor di pasar modal. Padahal, dunia pasar modal khususnya pasar saham begitu menjanjikan. Tentu, butuh pengetahuan yang baik tentang pasar saham. Dan, pengetahuan itu bisa kita peroleh dari mana-mana.

Semoga bermanfaat.......